Entertain, Rekomendasi, Uncategorized, what's new

PRO – KONTRA HASIL KARYA KECERDASAN BUATAN (AI)

Sosial media ramai dengan netizen yang memposting gambar mereka dalam bentuk kartun ala Disney yang mereka buat dari teknologi AI. Microsoft melalui Bing Image Creator, membantu penggunanya membuat gambar cukup dengan memasukkan prompt, kemudian hasilnya akan muncul.

Bagaimana Cara Membuatnya

Melalui Aplikasi

  1. Pastikan laptop / komputer kamu memiliki aplikasi Microsoft Edge
  2. Kemudian, buka Bing Image Creator yang terletak di sidebar atau bilah sebelah kanan, lalu klik icon image & kuas
  3. Lalu ketik prompt yang kamu inginkan dengan kata-kata tertentu dalam bahasa inggris untuk mendeskripsikan gambar yang kamu inginkan.
  4. Tunggu beberapa saat, nantinya akan muncul beberapa gambar versi AI sesuai dengan yang kamu deskripsikan

Melalui Website

  • Kamu bisa mengakses Bing Image Creator lewat link berikut https://www.bing.com/create
  • Kemudian klik Join & Create untuk login menggunakan akun Microsoft Anda
  • Lalu ketik prompt yang kamu inginkan dengan kata-kata tertentu dalam bahasa inggris untuk mendeskripsikan gambar yang kamu inginkan.
  • Tunggu beberapa saat, nantinya akan muncul beberapa gambar versi AI sesuai dengan yang kamu deskripsikan.

Sayangnya penggunaan AI ini cukup terbatas, satu akun hanya memiliki kurang lebih 10x percobaan untuk menuliskan prompt. Sehingga mereka akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Dengan keterbatasan ini, mereka mengabadikan hasil karya tersebut dengan mencetaknya menjadi beberapa merchandise seperti poster, kalender dan lainnya. Trend ini juga menarik perhatian publik untuk mengedit wajah idola mereka, begitu pula tokoh politik capres dan cawapres.

Akun instagram bernama @jktgo jadi perbincangan setelah memposting foto AI ala Disney berwajahkan capres dan cawapres Indonesia 2024. Namun foto itu bukan merupakan foto hasil prompt mereka sendiri, mereka mengambil dari salah satu akun lainnya bernama @farisalmn. Tapi pihak jktgo memberikan credit pada sang pemilik, yang menginformasikan bahwa foto tersebut bukan milik mereka. Pemilik foto farisalmn berkomentar pada postingan tersebut ‘walau sudah memberikan credit, tidak ada salahnya untuk meminta izin post terlebih dahulu’.

Berita ini mulai heboh dan ramai jadi perbincangan pada kanal twitter, terutama di kalangan seniman digital. Mereka mulai mempertanyakan apakah sesungguhnya foto AI sendiri memiliki hak cipta? Sedangkan hasil karya tersebut bukan hasil tangan mereka. Para seniman menyebutkan bahwa proses tersebut mengambil hasil karya secara seniman secara online untuk menjadikan sebuah foto. Lantas siapakah pemilik hak cipta aslinya?

Hak Cipta Resmi AI

Pada bulan Maret 2023, US Copyright Office (USCO) mengumumkan bahwa AI-generated images atau gambar dari AI resmi tak dapat menerima perlindungan hak cipta. Walaupun sebelumnya pihak USCO pernah memberikan hak cipta pada graphic novel yang berjudul ‘Zarya of the Dawn’ oleh Kris Kashtanova, mereka mulai meninjau kembali hak cipta tersebut setelah menyadari bahwa seluruh ilustrasi yang ada dalam buku tersebut merupakan hasil dari Midjourney, sebuah AI Generator yang mengubah perintah teks manusia menjadi gambar atau ilustrasi.

Kemudian pihak USCO mencabut hak cipta pada Kashtanova atas buku Zarya of the Dawn. Mengutip dari Compendium of U.S Copy Right Office Practices, USCO menyatakan bahwa mereka hanya akan memberikan hak cipta yang tercipta langsung oleh manusia, bukan melalui teknologi.

Penolakan Hak Cipta

Tak hanya USCO, hakim federal di Amerika Serikat, Beryl Howell juga membuat putusan terkait karya seni yang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) pada Agustus 2023. Menurut sang hakim, karya seni yang dari teknologi tidak bisa mendapatkan perlindungan hak cipta “undang-undang hak cipta tidak pernah meluas sejauh ini untuk melindungi karya yang tercipta oleh bentuk-bentuk baru teknologi yang beroperasi tanpa tangan manusia yang membimbing”. Keputusan ini tersampaikan dalam menolak pengajuan hukum dari Stephen Thaler yang pada tahun 2018 mendaftarkan sistem AI bernama Creativity Machine untuk memiliki hak cipta atas karya seni yang tercipta “A Recent Entrance to Paradise”, Thaler berpendapat bahwa karya seni terbuat secara otonom oleh algoritma komputer pada mesin.

Namun, permohonan hak cipta Thaler tidak mendapat persetujuan dengan alasan bahwa hubungan antara pikiran manusia & ekspresi kreatif merupakan elemen perlindungan yang sangat penting. Thaler menggugat penolakan itu dan berargumen bahwa AI seharusnya mendapat pengakuan sebagai kreator dan hak cipta sepenuhnya untuk pemilik mesin. Kemudian Howell menjelaskan bahwa hukum hak cipta tidak untuk menjangkau kreator yang bukan manusia. Kantor hak cipta AS menegaskan bahwa sebagian besar karya yang tercipta dari AI tidak mendapat perlindungan hak cipta, tapi mengklarifikasi bahwa materi yang pembuatannya mendapat bantuan dari AI, maka telah memenuhi syarat untuk mendapat perlindungan dalam kasus tertentu.

AI memang memberikan kemudahan dalam menciptakan sebuah karya. Thaler & Kashtanova adalah 2 orang yang memperjuangkan bahwa hasil karya dari teknologi prompt harus mendapatkan perlindungan hak cipta. Sayangnya, hal ini menjadi ancaman bagi beberapa orang tertentu.

Seniman Menggugat AI

Hal ini bermula dari seniman asal Nashville bernama Kelly Mckernan ketika menyadari adanya gambar di dunia maya yang mirip dengan karyanya, ternyata hasil karya tersebut tercipta dari mesin AI. Mckernan bersama 2 seniman lainnya, Karla Ortiz dan Sarah Andersen mengajukan gugatan hukum terhadap stability AI, pembuat generator teks ke gambar bernama Stable Diffusion. Para seniman tersebut menggugat karena beranggapan bahwa hal tersebut dapat mengancam eksistensi dan hak cipta mereka.

Sayangnya pihak pengadilan fedran San Fransisco masih belum memutuskan apakah perusahaan AI benar-benar melanggar hak cipta saat mereka menganalisis miliaran gambar dan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Fenomena AI ini bukan hanya mengancam seniman visual, tetapi juga berbagai jenis kreator lainnya-aktor hollywood, novelis, musisi, hingga programmer komputer.

Penggugat dari Pihak Lain

Tak hanya para seniman, penulis juga menggugat kecerdasan buatan ini, yakni chat GPT. Berdasarkan CNBC International, serikat penulis Manhattan menggugat Open AI perusahaan penyedia layanan Chatbot berbasis kecerdasan buatan ChatGPT di pengadilan Federal Amerika Serikat.

Penulis ternama yang tergabung dalam serikat tersebut ialah John Grisham yang terkenal sebagai novelis cerita hukum The Firm, George R.R Martini yaitu penulis serial televisi yang berjudul Game of Thrones dan Jodi Picoult yang terkenal sebagai novelis cerita keluarga seperti My Sisters Keeper.

Chat GPT menggunakan teknologi AI generatif, yaitu model komputer yang bisa menciptakan konten sendiri berupa tulisan, gambar, video hingga suara, layanan Chat GPT menerapkan model besar bahasa (Large Language Model / LLM) yaitu teknologi yang membuat komputer memproses data teks yang berasal dari campuran ribuan buku dengan hak cipta dan lainnya tanpa konsen, kompensasi atau kredit. Penulis lainnya Sarah Silverman juga menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan izin pada Open AI atas penggunaan versi digital bukunya yang ia terbitkan pada tahun 2010 untuk sumber data dalam pelatihan model.

Getty Images, perusahaan penyedia foto dan video, juga menggugat Stability AI. Stability AI dituduh menjiplak 12 juta gambar milik Getty untuk melatih mereka. Pada Januari, Stability AI, Midjourney, dan DeviantArt juga diseret pengadilan atas dasar pelanggaran hak cipta. Gugatan juga datang dari para pengembang software. Microsoft, GitHub, dan OpenAI digugat ke pengadilan karena dituding mengais kode software untuk melatih layanan pencipta kode program mereka.

Dampak dari AI

Banyak yang beranggapan bahwa AI dapat menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia, seperti seniman, penulis dan banyak lainnya, dengan teknologi yang memberikan hasil dalam hitungan detik, tentunya berdampak besar untuk dunia pekerjaan. Misal: sebuah tim yang seharusnya memiliki 3 orang pekerja sebagai penulis, pembuat konten dan pengambil gambar, adanya AI dapat membuat perusahaan hanya membutuhkan satu orang saja untuk mengerjakan tugasnya.

Nasib para seniman, penulis dan lainnya juga penuh kekhawatiran, karena dengan kemudahan ini para pengguna tentu akan memilih melakukan sendiri tanpa biaya, daripada harus membayar para seniman yang terbilang cukup mengorek biaya besar untuk satu hasil karya. Namun, untuk melindungi karya hasil orisinil manusia, beberapa perusahaan besar yang pernah menggugat AI kini membatasi pergerakan AI pada situs resmi mereka.

Sikap tegas terhadap gambar AI juga ditunjukkan oleh layanan penyedia stok foto terbesar di dunia, Getty Images. Pihaknya akan menghapus gambar AI yang sebelumnya sudah di-upload ke Getty Images. Mereka juga mengatakan akan bekerja sama dengan Coalition for Content Provenance and Authenticity (C2PA) untuk membuat filter khusus guna mendeteksi gambar AI dalam situs mereka. Selain itu, Getty juga tidak lagi menerima pengiriman karya buatan AI. CEO mereka mengklaim langkah ini sebagai tindakan perlindungan terhadap pengguna mereka. Tak hanya Getty Images, Shutterstock yang membatasi hasil pencarian untuk konten hasil AI. Ada juga PurplePort dan FurrAffinity yang juga melarang “seni” AI untuk melindungi hasil seni manusia.

Tanggapan dari Pihak Microsoft

Maraknya penggunaan Bing dalam pembuatan gambar AI. Microsoft akan memberi perlindungan hukum kepada pelanggan apabila mereka mendapat tuntutan atas pelanggaran hak cipta. Baik dari gambar dari AI, seperti pengguna copilot, Bing chat dan layanan AI lainnya.

Kebijakan perlindungan hukum ini memiliki sebutan ‘komitmen hak cipta copilot’ merupakan perluasan cakupan ganti rugi kekayaan intelektual microsoft yang ada. Microsoft membangun co-pilotnya ke dalam serangkaian penawaran software bisnis, keamanan dan perkantoran. Microsoft mengatakan dengan kemudahan yang tercipta, pihaknya memiliki filter konten untuk mengurangi kemungkinan co-pilot menghasilkan materi yang melanggar hak cipta. Namun, mereka juga melakukan banyak pengembangan untuk memastikan pelanggan tidak lagi mengkhawatirkan penggunaan alat AI.

Meskipun begitu, kemudahan teknologi AI ini memang tidak bisa masyarakat hindari. Namun, merugikan pihak lain dan mengambil hasil karya mereka juga merupakan perilaku yang tidak baik.

Bagaimana menurutmu?